Jalannya jadi sempoyangan. Di pundaknya, seolah dipanggulnya segudang kenangan. Padahal ia tidak sedang memanggul apapun. Ia barangkali tahu satu hal yang sering ia panggul: ia memanggul kepercayaan.
Setelah melewati dua tikungan dan tiga lorong gelap di tengah puluhan imarah
yang menjulang tinggi-tinggi, ia semakin sempoyangan. Diraihnya tiang lampu—yang
lampunya sudah mati tapi belum juga diganti. Seperti ada yang segera ingin ia
raih. Bebannya bertambah berat tatkala ia memikirkan dua hal: kenangan dan
kepercayaan.
Ia pernah yakin bahwa: kenangan adalah bentuk lain dari keyakinan. Kalaupun
bukan keyakinan sekarang, ia adalah kenangan masa lalu yang dipikirkan di entah
suatu ketika yang pada akhirnya menjadi suatu keyakinan.
Tapi, apa yang bisa ia yakini tentang kenangan, ketika di sana hanya ada
lorong gelap dengan satu tiang lampu—yang lampunya sudah mati tapi belum juga diganti...(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar