Tak kenal usai membincangkannya. Tak kenal khatam
menuliskannya. Cinta, peristiwa menyejarah yang merenggut dada umumnya manusia.
Ia menulis sekaligus ditulis. Membicarakan sekaligus dibicarakan. Ia melampaui
zamannya. Atau bahkan, ia tak kenal zaman sebab zaman pun dibius olehnya.
Sekalipun ada yang berhasrat mengkhatamkan mimpi tentang
cinta, cinta tak mau usai dimimpikan. Ia tak menerima kata tamat. Tak mengenal
kata sekarat. Cinta menjalari yang konglomerat dan membakar yang melarat. Cinta
membikin manusia melakukan yang tak dikenal akal-budi, tak dimengerti rasio,
tak dijangkau obsesi.
Cinta, lengking suara jauh dan riuh yang mendekat dan
kian dekat. Manusia dibuat peka, dibuat tak mampu mengelak. Cinta mengilhami
terciptanya kisah sebagai manifestasi sejarah. Cinta membalut lengan nabi,
membuntut ekor para napi. Cinta, limpahan barakah, menjangkiti sekalipun seorang
bromocorah.
Cinta berkutat, berputar, dan membentuk lingkaran antara
dua hal: afeksi dan afrimasi.
Afeksi, cinta yang menunggang perasaan seseorang. Cinta
dalam bingkai afeksi adalah cinta yang bergelora. Afeksi merupakan timbulnya
perasaan tersentuh, terenyuh, dan terjamah. Hati jadi lembut, hati jadi katun.
Afeksi tak butuh otak, tak butuh masuk-akal. Afeksi mencampuri perjalanan
proses intelektual dan melemahkan kontrol atas prilaku. Afeksi adalah mabuk
rasa. Murni mabuk rasa. Dengan kata lain, afeksi adalah setengah gila.
Seseorang bisa saja dengan tegas mengatakan hal yang jauh dari jangkauan
akal-sehat. Nizar Qabbani dengan sakau:
aku bersaksi bahwa:
tiada perempuan
selain engkau.
(Nizar Qabbani dalam Asyhadu Alla Imroatan Illa Anti)
Cinta dalam bingkai afeksi membuat manusia melayang.
Tergeraknya tubuh membumbung tinggi tiada disangka. Ia hanya mampu merasakan
mabuk. Kalian tahu, orang mabuk tak mampu berpikir kenapa ia mabuk. Ia juga tak
ambil pusing kenapa ia jadi mabuk.
Afeksi semacam itu bukan berarti tak penting dan selalu
negatif. Afeksi adalah tahapan. Dan seperti tahapan-tahapan lainnya, tahapan
dalam cinta butuh waktu dan suasana. Biarkan setiap dari kita menikmati hak
kita: hak untuk merasakan mabuk asmara. Setelah itu, setelah kenyang dimabuk
dan dibuat melayang serta menanggalkan akal-sehat, beranjak pula ia ke tahap
yang lebih masuk akal: afirmasi.
Afirmasi, adalah nama bagi aspek putusan yang menyebabkan
putusan itu berbeda dari fungsi-fungsi pengetahuan lainnya. Afeksi dalam ranah
cinta, adalah penegasan terhadap perasaan dengan sebuah ungkapan. Tentu,
ungkapan itu bisa negatif dan bisa positif. Penegasan perasaan memimpin kemauan
dan mabuk asmara ke dalam sekam yang tak berisi api. Di sana, api diminimalisir
(bukan dipadamkan) dan akal-sehat terpakai dengan sendirinya.
Cinta dalam gelas afirmasi memungkinkan seseorang untuk
berkata dalam rangka menegaskan sebuah hubungan: akan ia bawa kemana, dan dalam
bentuk yang bagaimana. Cinta semacam ini adalah tahap lanjut dari keseriusan.
Segala sesuatu belumlah ditentukan, oleh sebab itu ia berupa konsep awal.
Konsep awal ini menerima segala konsekuensi: positif-negatif.
Afirmasi tidak dijalankan secara buta, tetapi ia mulai
dari suatu insight tentang hubungan antara dua isi (subjek dan
predikat). Subjek dan predikat adalah dua insan yang meniti sebuah jalan
afirmasi guna menuju hubungan yang lebih mapan.
Afirmasi memeluk eksistensi. Ia menjadikan yang ada
sebagai sebuah kenyataan yang perlu diakui. Dalam bahasa lain, ini adalah
bentuk dari pelaksanaan takdir jodoh. Afirmasi memungkinkan seseorang untuk
mengakar dalam posisi aktual atau yang mungkin dari yang ada itu sendiri. Upaya
semacam ini adalah upaya kedewasaan.
Cinta afirmatif bukan lagi mabuk kepayang. Cinta
afirmatif ialah gambaran dari puisi Sapardi Djoko Damono; puisi yang mengajak
manusia berpikir jauh dan kian jauh:
aku akan menyayangimu
seperti kabut
yang raib di cahaya matahari
:
aku akan menjelma awan
hati-hati mendaki bukit
agar bisa menghujanimu
:
pada suatu hari baik nanti.
(Sapardi Djoko Damono dalam Seperi Kabut)
Hari baik nanti, ya hari baik. Penegasan membawa dampak.
Dan dampak bisa, setidaknya, diprediksi jauh sebelum putusan diambil. Dalam
gelas afirmasi, cinta tetap indah. Dalam gelas afirmasi, mabuk adalah hal yang
kesekian dan bukan lagi menjadi titik tolak.
Dan hari baik itu, telah saya saksikan beberapa hari ini.
Cinta yang pada pilihannya terdapat afeksi dan afirmasi, nyata sudah mendapat
tempat di perjalanan hidup mereka yang telah melampaui hari baik itu. Tapi hari
baik bukan hanya saat dua manusia diikat, hari baik sebaiknya berlangsung
dengan paten dan kontingen. Semuanya dengan hikmah agar hari baik bisa
dirasakan kebahagiaanya sampai suatu hari nanti, yakni hari baik lainnya di
surga.
Cinta, antara afeksi dan afirmasi. Dengan tulisan ini,
selayang doa termaktub: biarpun cintamu baru berupa afeksi, yakinlah bahwa
tiada yang afirmasi tanpa yang afeksi.
Kairo, 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar