Mendadak aku teringat, alih-alih seorang alim, abahku
adalah seorang pembuh bayaran. Terlebih menjelang hari raya kurban. Hampir
setiap jam, pada hari itu, ia akan berkeliling ke sana kemari membunuh satu per
satu korban-korban sesuai pesanan. Aku pikir ini adalah hal yang keji, tapi kau
tahu, anak kecil tak mampu mengelaborasi nilai kekejian secara masif. Aku masih
kecil waktu itu, dan mengetahui abahku menjadi seorang pembunuh bayaran,
rasa-rasanya aku tak ingin jadi anaknya.
Suatu waktu—aku tak ingat berumur berapa waktu itu,
seorang kakek berambut putih dan berhidung bongkok mengunjungi rumahku. Ia
menemui abahku di ruang tamu. Aku menguping pembicaraan mereka lewat
celah-celah triplek kamarku. Kakek berambut putih dan berhidung bongkok itu
berkata kepada abahku: “Ada yang musti anda bunuh. Ini gawat. Ia harus anda
bunuh sebelum mati.” Mendengar percakapan itu, aku tiba-tiba menggigil. Abahku
seorang pembunuh? Batinku. Aku berlari menuju ibuku, mencari ketiaknya untuk
berlindung dari ketakuatan yang lucu.
Oleh ibuku aku ditanya kenapa aku ketakutan seperti itu.
Dan aku menjawab bahwa aku takut kalau abah, yang pembunuh itu, nantinya akan
dibunuh. Ia tersenyum irit, disejajarkannya tubunya dengan tubuhku yang mungil
dan ia membelai kedua pipiku dan mengusap airmataku seraya berkata: “Abahmu
membunuh untuk mendapatkan pahala dari Alloh. Jadi, tak ada yang akan membunuh
abahmu.” Kata-kata ibuku itu tak menghiburku. Aku tetap dilipur ketakutan yang
lucu.
Hari ini aku bermimpi, aku diajak oleh abahku ke sebuah
bukit entah di mana. Di sana, abahku mengeluarkan sebilah golok. Dibaringkannya
aku di antara dua bongkah batu yang cukup besar. Leherku ia letakkan agak ke
bawah, menyentuh tanah. Abahku akan menyembelihku! Abahku akan membunuhku! Aku
berkesiap, hampir tak mampu merestui kenyataan itu. Ia memegang leherku, dan
meletakkan golok tepat di kerongkonganku. Aku menjerit sejadinya,
sejadi-jadinya, dan tiba-tiba seluet cahaya runtuh dari petala langit dan
hampir membutakan mataku.
Aku terbangun dari mimpi itu, dan lingling, dan bingung,
dan tercenung. Segera kubuka Laptopku, kubuka pesan di facebookku. Dan betapa
terkejutnya aku kala mendapat kabar dari kakakku bahwasanya abahku, di rumah
sana, akan berkorban dua ekor kambing yang gempal. Barangkali, malaikat jibril
telah membawakan dua ekor kambing dari taman eden itu untuk abahku sebagai
ganti dari anaknya yang suka berburuk sangka kepada abahnya sendiri. Aku
menyesal pernah menganggap abahku seorang pembunh bayaran. **
Tidak ada komentar:
Posting Komentar