Pages

Nostalgia#2


“Melalui kenangan, aku mencoba berdamai dengan keadaan.”

Mendadak aku teringat, alih-alih seorang alim, abahku adalah seorang pembuh bayaran. Terlebih menjelang hari raya kurban. Hampir setiap jam, pada hari itu, ia akan berkeliling ke sana kemari membunuh satu per satu korban-korban sesuai pesanan. Aku pikir ini adalah hal yang keji, tapi kau tahu, anak kecil tak mampu mengelaborasi nilai kekejian secara masif. Aku masih kecil waktu itu, dan mengetahui abahku menjadi seorang pembunuh bayaran, rasa-rasanya aku tak ingin jadi anaknya.

Suatu waktu—aku tak ingat berumur berapa waktu itu, seorang kakek berambut putih dan berhidung bongkok mengunjungi rumahku. Ia menemui abahku di ruang tamu. Aku menguping pembicaraan mereka lewat celah-celah triplek kamarku. Kakek berambut putih dan berhidung bongkok itu berkata kepada abahku: “Ada yang musti anda bunuh. Ini gawat. Ia harus anda bunuh sebelum mati.” Mendengar percakapan itu, aku tiba-tiba menggigil. Abahku seorang pembunuh? Batinku. Aku berlari menuju ibuku, mencari ketiaknya untuk berlindung dari ketakuatan yang lucu.

Oleh ibuku aku ditanya kenapa aku ketakutan seperti itu. Dan aku menjawab bahwa aku takut kalau abah, yang pembunuh itu, nantinya akan dibunuh. Ia tersenyum irit, disejajarkannya tubunya dengan tubuhku yang mungil dan ia membelai kedua pipiku dan mengusap airmataku seraya berkata: “Abahmu membunuh untuk mendapatkan pahala dari Alloh. Jadi, tak ada yang akan membunuh abahmu.” Kata-kata ibuku itu tak menghiburku. Aku tetap dilipur ketakutan yang lucu.

Hari ini aku bermimpi, aku diajak oleh abahku ke sebuah bukit entah di mana. Di sana, abahku mengeluarkan sebilah golok. Dibaringkannya aku di antara dua bongkah batu yang cukup besar. Leherku ia letakkan agak ke bawah, menyentuh tanah. Abahku akan menyembelihku! Abahku akan membunuhku! Aku berkesiap, hampir tak mampu merestui kenyataan itu. Ia memegang leherku, dan meletakkan golok tepat di kerongkonganku. Aku menjerit sejadinya, sejadi-jadinya, dan tiba-tiba seluet cahaya runtuh dari petala langit dan hampir membutakan mataku.

Aku terbangun dari mimpi itu, dan lingling, dan bingung, dan tercenung. Segera kubuka Laptopku, kubuka pesan di facebookku. Dan betapa terkejutnya aku kala mendapat kabar dari kakakku bahwasanya abahku, di rumah sana, akan berkorban dua ekor kambing yang gempal. Barangkali, malaikat jibril telah membawakan dua ekor kambing dari taman eden itu untuk abahku sebagai ganti dari anaknya yang suka berburuk sangka kepada abahnya sendiri. Aku menyesal pernah menganggap abahku seorang pembunh bayaran. **

Kairo, 2014

Arif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Instagram