Maha besar Allah dengan segala rahmatnya bagi seluruh
semesta. Shalawat dan salam tiada mungkin tak terlimpah kepada Nabinya Muhammad
sang panutan yang mulia. Mudah-mudahan kita mendapat ampunan dari Rahim dan
syafaat dari Karim di hari yang akan merontokkan segala usaha. Amin.
Kita tak bisa memungkiri bahwa dalam sejarah Islam,
banyak tragedi menyayat nurani yang sarat akan hikmah. Dalam kacamata manapun,
tragedi-tragedi itu tetap merupakan sebuah tragedi. Muslim pun tak
memungkirinya. Dan di antara tragedi di atas; tragedi pembunuhan para pembesar Islam.
Kita katakan pembesar dengan makna yang luas. Kita bukan
bermaksud mempersempit makna pembesar hanya dengan makna para penguasa.
Pembesar bisa juga seorang sahabat, tabi’in, ulama, cendikiawan, pemikir,
filsuf, teolog, sufi, panglima, raja, dsb. Dengan makna yang seperti ini, kita
akan bersama-sama menyusuri sejarah dan kita akan benar-benar menelanjanginya.
Bagaimanapun kelamnya sejarah, menurut kode etik
sejarawan, tak ada yang musti disembunyi-sembunyikan. Kita harus belajar
objektif dengan melepaskan kacamata apapun baik kacamata agama, bangsa, aliran,
suku, ras, dll. Boleh jadi dengan kita menelanjangi sejarah itu dan melepaskan
semua kacamata kemudian berlaku objektif, kita akan menemukan banyak pelajaran
di situ.
Tak menampik kemungkinan yang kita telanjangi adalah
sejarah Islam. Tentang beberapa pembesar (dalam arti yang kita sepakati di
atas) yang meninggal dunia karena dibunuh. Baik dibunuh oleh orang kafir,
seperti para sahabat nabi yang ikut dalam perang; atau yang dibunuh oleh orang
munafik, seperti sahabat Umar ibn Khtattab R.a; atau yang dibunuh oleh orang islam
sendiri karena sengketa kekuasaan, seperti sahabat Usman ibn Affan R.a.
Menyusuri sejarah sama saja menyusuri kisah. Kisah tentang
keteladanan bisa kita rengkuh, kejelian bisa kita pelajari, keteguhan memegang
prinsip bisa kita tiru.
Di abad ke-2 hijriyah, banyak sekali polemik yang
terjadi, baik berupa teologis maupun politik. Polemik teologis memakan korban,
banyak dari ulama yang tidak sependapat dengan aliran penguasa terpaksa dihukum
mati. Hal ini terjadi pada polemik kemakhlukan al-Qur’an. Barang siapa yang
mengatakan bahwa al-Qur’an itu qadim, maka ia berhak dipenggal. Oleh sebab
demikian, Imam Malik, salah satu imam madzhab fikih, memilih untuk tidak berkecimpung
lagi di dunia ushul atau teologi dan mengalihkan perhatiannya pada
masalah furu’ atau fikih.
Menyusuri sejarah sama saja menyusuri riwayat. Riwayat tentang
keyakinan yang tak tumbang meski pedang telah memotong leher.
Ranah tasawuf menjadi saksinya. Ketika sufi Alhallaj
dihukum mati karena ‘dianggap’ menyimpang. Kekuasaan memaksa orang untuk
sependapat. Penguasa ‘seolah’ memilki hak untuk menghakimi, memutuskan, dan
mengadili. Alhasil banyak nyawa terkorbankan hanya karena seberang pendapat. Hal
demikian ini terjadi dan ada dalam sejarah Islam.
Maka tiada mungkin kita menutupi sejarah semacam itu
meskipun kita seorang Muslim. Tiada alasan untuk tidak mengakui bahwa itulah
sebagian dari sejarah kita. Kiranya semua itu menjadi penting dengan ditulis
dan dikumpulkan dalam satu wadah, satu ensiklopedi yang memuat tentang kisah
pembesar-pembesar Islam yang dibunuh.
Dengan begitu, kita jadi lebih tahu banyak tentang
sejarah kita kemudian kita bisa mengambil ibroh darinya. Qul al-Haqq
Walau Kana Murran; katakanlah yang sebenarnya meski itu pahit. Dan kita
memang harus mengatakan yang sebenar-benarnya meskipun lidah kita terasa pahit
saat mengatakannya.
Ensiklopedi ini bertujuan untuk: Pertama, membuka
mata kita agar melek sejarah. Kedua, memeberi pelajaran buat kita agar
bisa mengambil yang perlu diambil dari kisah di dalamnya. Ketiga, demi
terwujudnya laku toleransi di antara umat Islam pada khusunya, dan umat-umat
lain pada umumnya.
Ensikopedi ini saya namai dengan: Ensiklopedi
Tokoh-tokoh Islam yang Meninggal Karena Dibunuh. Semoga kita mendapatkan
manfaat dari ensiklopedi ini. Jika Allah melancarkan penggarapannya, maka tidak
menutup kemungkinan ensiklopedi ini akan dicetak dan dibukukan. Mohon doa dan
dukungannya. Salam.
Kairo, 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar