Kenapa harus menulis puisi? Barangkali
pertanyaan ini lebih sulit dibanding definisi puisi. Lebih sulit; sebab terlalu banyak ‘kenapa’ untuk menulis puisi; sebab
kadang orang tak butuh ‘kenapa’ untuk menuliskannya; sebab barangkali alasan
menulis puisi lebih banyak ketimbang jumlah daun yang jatuh dari tangkai pohon
setiap harinya. Tapi kau bisa menelisik kenapa kekasihmu menulis puisi. Ternyata,
puisi lebih bara ketimbang api, lebih udara ketimbang angin, lebih dingin
ketimbang salju. Puisi merangkum hal yang paling privatif. Puisi adalah cinta. Cinta
adalah puisi. Aku menemukan puisi sebab aku menemukan cinta; aku menemukan
cinta sebab aku menemukan puisi. Puisimu, kekasih, telah lebih dalam mengukuhkan
keyakinanku bahwa hanya lewat puisilah kita dipertemukan. M.N. Ulya:
جم الكلافة
Cinta
yang Membara
بكيت مآقا رقودا بالفلتة * جدة البث والحسرة بالفردة
Di malam penghujung bulan ini, sembari terbaring
tidur, aku menangis meronta-ronta
Begitu dalamnya kesedihan dan penyesalanku atas
kesendirian ini
أسكت في الغيهب بالوحشة * فجدير بي ألا أكرر الفعلة
Aku terdiam dalam pekatnya malam atas kerisauanku
Maka, sudah seharusnya aku tidak mengulangi perbuatan
itu lagi
فيا من نثر الدرة في الذات * باذل
المحبة والمودة للإلفة
Duhai seseorang yang telah menaburkan mutiara dalam
jiwaku!
Pemberi cinta dan kasih sayang terhadap wanita yang
sangat dicintainya
لا بهجة سوى معك بتة * فأشهد بأعظم جم الكلافة
Tiada kebahagiaan sama sekali selain hanya bersamamu
Maka, aku bersaksi atas agungnya cinta yang membara ini
لا تجزعي واعتقدي في المرارة * من ورائها الأسرار الغامضة
(kau
katakan kepadaku) “Janganlah gelisah! Yakinlah atas kejadian yang menyayat kini!
Karena
sesungguhnya, ada banyak rahasia-rahasia yang terpendam di balik semua ini
Tangier, 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar