“di
negeriku, langit berusia lansia
dengan
jengggot dan kumis memutih
serta
kepala yang sudah botak,”
kataku
pada penyemir sepatu di bawah
jembatan
penyeberangan depan makam suci itu
seorang
lelaki tua lewat dan telunjukku
mengarah
kepadanya
“kira-kira
seperti kakek tua itu.”
penyemir
sepatu itu menghentikan
gerakan
tangannya yang terampil
menggosok
sepatuku hingga klimis
dan
melempar matanya ke lelaki tua itu
ia
berdehem, menelan ludah kecut
di
senja ini, ia masih menjual tangannya
sementara
matahari telah mencuci tangannya
dan
memakai pakaian tidur siap untuk lelap
“di
negeriku, langit senja selalu indah
aku sering
melihat kumis langit yang disilaukan
cahaya
matahari yang ungu,”
penyemir
itu seperti tak mendengarkanku
ia
masih terus menggosok sepatuku
“di
negeriku, malam mengunyah cahaya
langit
dan menelannya bulat-bulat,”
aku
mengoceh sendiri tentang langit di negeriku
penyemir
itu lekas menyelesaikan pekerjaannya
dagunya
yang panjang agak berkeringat dan hitam
dahinya
berkerut karena usia senja
saat
hendak kubayar jasanya, ia berkata:
“di
negeriku, langit bisa dibeli dengan ludah.”
ia
meludahiku, “cuiiih!”
dan
aku memaku di depannya tanpa bicara
Kairo, 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar