Pages

Surat Neptunus (5)



Tabik, Neptun.

Sudah lebih dari seminggu aku terbaring di tempat tidurku dan hampir tak kuat berbuat apa-apa termasuk menulis. Kau tahu, aku tak sanggup merelakan tiap ide yang nyangkut di otakku hanya menjadi sebuah ide kosong tanpa menuliskannya. Beberapa hari ini, kontan, aku hampir tidak menulis apa-apa dan hal itu aku rasa jadi sangat menyebalkan!

Menurut penuturan dokter, aku terkena penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Mendengar namanya saja aku sudah menggigil, apalagi merasakannya. Tapi aku memang merasakannya, Neptun. Penyakit itu mampir di tubuhku, mengacaukan beberapa fungsi organ tubuhku. Setiap kali terbatuk, seolah-olah ada batu yang meremukkan dadaku. Setiap kali kakiku melangkah, seolah-olah aku tak menyentuh lantai...

Tapi di luar sakit itu, aku menemukan sebuah perlajaran berharga, Neptun. Ketika aku periksa ke dokter, aku bilang bahwa aku sering menyepelekan sebuah penyakit. Dan oleh dokter itu, aku dinasehati, sekecil apapun penyakit itu, jangan pernah disepelekan. Kebanyakan penyakit besar berangkat dari penyakit kecil yang diabaikan. Dokter itu benar. Dan aku bisa mengingat nasehat dokter itu selagi aku sakit nanti.

Neptun, kau tahu rasanya sakit di negeri ini?

Sakit di negeri orang tanpa keluarga yang menemani sama saja dengan berjalan di gurun pasir selama berhari-hari tanpa membawa perbekalan apapun termasuk air. Barangkali aku memang si musafir itu, yang menenggak sakitnya kesendirian di saat sakit dan membutuhkan selimut yang bisa meningkahi hawa dingin dan butuh payung untuk menangkal sengat mentari. Di negeri ini, semua bisa terjadi, Neptun. Aku bisa menghirup nafas terakhir di negeri ini. Semua kemungkinan itu ada, dan bisa saja terjadi.

Aku pernah menuliskan status gila di facebook. Begini, aku kopikan saja: ... diam-diam aku ingin mewarisi fir’aun yang hanya dua kali merasakan sakit seumur hidupnya. aku ingin, setelah dua kali sakit dan jauh dari tangan ibuku dan luput merasakan kerokannya yang sakit tapi aku suka; aku akan diberi kesehatan sampai bisa bersua dengan mata ibuku di suatu hari baik nanti. diam-diam, aku kadang benci mewarisi musa, yang meminjam bibir harun untuk menyeru kaumnya; aku benci untuk meminjam status facebook hanya untuk mengatakan: ibuk, aku kangen!

Itulah puncak dari rasa rinduku akan belaian lembut seorang ibu. Di sini, semua jadi serba tiri, dan aku jadi anak malang yang dipukul oleh serba tiri itu sampai lebam semua kulitku. Serba tiri itu hampir menempel di semua hal: mentari, angin, debu, tembok rumah, kasur, kutu, kecoa, semut dan seabrek makhluk yang tak membelaiku secara lembut. Neptun, tak ada yang lebih ibu dari ibuku. Aku merindukannya!

Neptun, kali ini, dan untuk yang kesekian kali, aku ingin minta maaf!

Barangkali aku bukan agen yang baik. Aku sering tak melapor, sering tak nongol hanya untuk menyapamu di antah berantah sana. Neptun, kau maklumikah aku yang sekarang sedang dalam proses pembelajaran dan akan masuk kuliah dalam waktu dekat ini? Jika kau maklum, aku akan sangat berterimakasih padamu. Dan jikapun kau tidak bisa maklum, aku akan tetap menjadi agenmu, sampai waktu yang tidak aku ketahui.

Neptun, untuk mengimbangi kabar dukaku di atas, aku akan kabarkan juga kegembiraanku.

Baru saja aku browsing di internet, mencari karyaku yang terserak dan dibukukan oleh suatu lembaga  perlombaan yang di sana aku menjadi bagian dari mereka sebagai salah satu pemenang. Dan aku menemukan sebuah buku kumpulan puisi esai berjudul: “Kisah Tak Wangi Belahan Jiwaku”. Buku itu memuat karyaku yang berjudul: “Petrus —Trgaedi  yang Dilupakan”. Neptun, dengan dibukukannya karyaku itu, aku semakin bersyahwat lagi untuk menulis setelah sekian hari vakum dari berisiknya tombol lepotopku. Aku sudah siap lagi untuk mengarungi dunia imajiku, siap menjelajahi tiap sudut yang ragaku tak mampu mengambahnya dan merambahnya.

Neptun, aku akan sangat senang jika kau turut mengamini doaku ini: “Tuhan, kembalikan apa yang telah terenggut selama aku sakit; berupa waktu yang aku sia-siakan tanpa menulis.” Dan aku akan tambah senang lagi jika kau turut membantuku dalam menyelesaikan proyek novelku yang masih tersendat. Salam!


Agenmu,
M.S. Arifin


Arif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Instagram