-buat Usman Arrumy
Bau kopi pada kursi;
rokok yang menempel di dinding kayu
dan aroma mimpi pada mata
Suatu hari, kita bikin janji:
“Kasi tanganmu, mari kita bikin janji.”
“Janji apa?” tanyaku.
“Ikuti langkahku, ke sebuah kedai kopi.”
“Apa perlu sebuah janji untuk ke kedai kopi?”
“Kita pernah berjanji pada tuhan untuk sembahyang.”
“Kau bukan tuhan!” sergahku.
“Mari, ikuti saja langakahku, ke kedai kopi.”
“Aku tak mengikuti sebuah ketidakpastian.”
“Ingin kuajak kau ibadah ngopi, di Elfishawi.”
Bau kopi pada meja besi;
asap teh daun mint dalam gelas kecil
dan secangkir mimpi pada mata
Hari itu, kita bercakap:
“Tulislah sebuah puisi.”
“Apa yang musti kutulis?” tanyaku.
“Di sini, tepat di kursi itu, dulu, ada huruf yang
tercecer.”
“Milik siapa?”
“Seorang sastrawan kebanggaan negeri ini.”
“Cobalah kaududuki kursi itu.”
“Untuk meminjam kata-katanya?”
“Untuk meraba mimpi-mimpinya.”
“Baik. Akan kucoba.”
Bau kopi pada kusen kayu;
aroma umur pada sebuah etalase
dan sengak usia pada mata
Hari ini, aku berpuisi:
“Elfishawi, di jantungmu, ada segelas kopiku.”
“Di altarmu, sembahyangku kabul.”
“Di bibirmu, kata-kataku kaya.”
“Di hatimu, mimpiku berada.”
Tapi tak kucium bau kopi lagi, di sini;
ketika sebuah rekayasa digantikan dengan usia
Kairo, 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar