-m.n.u
(i)
masihkah
kita khusuk menghitung jarum jam
yang
meloncat-loncat dari angka-angka bisu
setelah
malam mengenggelamkan sebuah percakapan
dan
menghardik hadirnya seruan bulan yang pucat
yang
sembunyi di antara reranting kering yang siap jatuh
ke
rebah bumi dan bakal membusuk bersama daun-daun
barangkali
benar; kita masih saja menghitung jarum jam
yang
seringkalinya ia kejam: -kau tahu percakapan kita
dilumatnya
ke dalam raungannya yang panjang lantas
sepi
merapat ke butiran embun-embun di pucuk rerumput-
percayakah
kita bahwa tiada yang kita percayai kecuali
kejujuran
daun-daun yang disembunyikan gelap malam ini
(ii)
Sonet
Malam: jelaskan padaku kenapa
kelopak bunga
merapatkan
sisi-sisinya; mengatupkan matanya, tak melek
padahal
malam telah sungguh-sungguh menyibak rembulan molek
dibedaki
awan tebal dan disunggi gemintang dengan kerlipnya
apakah
karena jam yang merangkut cahaya di sisi batu
dan
mengangkut kabar dari nun jauh sana bahwa
kita
musti belajar membaca agar kita tak hanya gugu
ketika
menyaksikan si bunga yang mengatupkan matanya
sungguh
kita memang musti belajar membaca
agar
alfabeta malam tak hanya tentang kebisuan
tapi
lebih dari sebuah bisu: di luar kebisuan suara
ada
hiruk-pikuk cahaya yang merangkaki kesunyian
di
luar sebuah percakapan mengenai malam
ada
kata-kata yang pecah berdenyar dan padam
(iii)
angin
berjingkat menerbangkan plastik-plastik bekas
kutu-kutu
kasur dan bau tinja yang luput disiram
angin
mangkat: malam terhamburkan dan sepi memilin
pikiran
dan angan-agan mengenai cahaya esok hari
ada
pertanyaan mampat di telinga: “kau sepi, bukan?”
jika
kau sepi lalu siapa yang bukan sepi dan siapa
yang sanggup
kau maknai sepi: tidak! ah, ya... tak ada sepi
di
malam hari; kau tahu, malam hari adalah pagi yang tertunda
(iv)
“kenapa
kita bisa bahagia?”
bukan!
kita tak pernah bahagia
kita
hanya belajar bahagia
aku
belajar bahagia
dengan
membahagiakanmu, ma!
(v)
bulan
tidur: lihat kasurnya berderit-derit
dan
malam menjatuhkan kapuk-kapuknya
melayang
lama di udara kemudian luruh
perlahan
di bumi yang malam baginya
adalah
permainan antara gelap dan cahaya
dalam
tidurmu, bulan; ada yang senantiasa
terjaga
untuk membuatmu mengada: ialah matahari!
(vi)
sudah
tak perlu kita membincangkan tentang jam yang kita hitung detik-detiknya. sudah
usai basa-basi dan lekuk kata-kata yang sama sekali tak membentuk maksud yang
kita reka. puisiku hanyalah permainan kata-kata (kau tahu, permainan kata-kata
adalah yang diam-diam menjaga kita). jika gagal aku menulismu dengan kata-kata,
gagalkah aku mencintaimu tanpa kata-kata? kekasih, sebetulnya aku hanya ingin
membincangkan hari jadimu yang kedua puluh satu. bukan yang lainnya!
Kairo,
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar